Kerja Sama Strategis dan Jangka Panjang dengan Pihak Ketiga, DPRD Harus Dilibatkan

baca berita lainnya www.sinyaltajam.com

LUTIM, SINYALTAJAM. COM – Rapat Dengar Pendapat antara Anggota DPRD Luwu Timur dan pihak eksekutif mengenai sewa lahan Kompensasi Dam Karebbe ke PT IHIP berlangsung dengan tensi tinggi. Perbedaan pandangan antara anggota dewan dan pihak eksekutif muncul terkait aturan yang menjadi acuan dalam tata cara kerja sama dengan pihak ketiga. Kamis 30 Oktober 2025.

Reza, Kabag Pemerintahan Luwu Timur, menjelaskan bahwa pihaknya menggunakan Permendagri No. 19/2016 tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah sebagai acuan. Ia juga meyakinkan anggota dewan bahwa saat penjajakan dengan PT IHIP, pihaknya telah menyampaikan adanya masyarakat yang berkebun di lahan tersebut, dan PT IHIP siap menyelesaikan hal ini dengan membayar kerohiman terhadap tanaman yang ada.

“Kondisi itu sudah kami sampaikan ke PT IHIP,” tegasnya.

Namun, DPRD memiliki acuan hukum tersendiri dalam menanggapi kerja sama antara Pemkab Lutim dan PT IHIP, yaitu PP 28/2018 tentang kerja sama daerah pasal 26 ayat 1, yang menyatakan bahwa kerja sama daerah yang berdampak luas, strategis, dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD. Selain itu, Permendagri No. 22/2020 tentang tata cara kerja sama daerah dengan daerah lain dan dengan pihak ketiga, pasal 18 ayat 1, menyebutkan bahwa perjanjian kerja sama harus dilakukan setelah mendapat pertimbangan dari DPRD.

“Jika menelisik kerja sama Pemkab Lutim dengan PT IHIP ini adalah kerja sama daerah yang berdampak luas dan strategis serta bersifat jangka panjang, maka DPRD harus dilibatkan dalam proses sewa lahan kompensasi itu ke PT IHIP,” jelas Muhammad Nur, Anggota DPRD Lutim.

Akibat tidak melibatkan DPRD Luwu Timur, Pemkab Lutim dianggap tidak memiliki proses tawar yang memadai, sehingga harga sewa lahan yang diterima sangat murah. Seharusnya, harga sewa bisa lebih tinggi.

HM. Siddiq BM menambahkan, masalah utama saat ini adalah mengapa Pemda Luwu Timur memilih harga terendah, padahal aturan memungkinkan untuk mendapatkan harga sewa yang lebih tinggi.

“Ini berpotensi Pemda Lutim bisa digugat. Sesuai keterangan Pak Ramadhan, harga terendah itu minimal 226 rupiah per meter bujur sangkar per tahun. Seharusnya kita ambil standar maksimalnya agar lebih banyak uang masuk ke kas daerah,” kata Siddiq. Tim

Tinggalkan Balasan