LUTIM. SINYALTAJAM. COM – Kontrak pengelolaan parkir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) I Lagaligo Kabupaten Luwu Timur dihentikan secara sepihak sebelum masa kontrak berakhir.
Akibatnya, pengelola merasa dizalimi dan dirugikan, karena kontrak pengelolaan parkir masih berjalan hingga Februari 2026.
Direktur CV. Multivisual Ismi Sejahtera, Ismail Solle, selaku pengelola parkir di RSUD I Lagaligo mengaku keberatan dengan dihentikannya kontrak tersebut.
Alasannya, sebagai investor seharusnya diberi ruang untuk tetap berpartisipasi kepada daerah sesuai dengan kontrak yang ada.
RSUD I Lagaligo dalam surat bernomor 000.1.11/2553/RSUD/ I Lagaligo yang diterima beberapa waktu lalu sekaligus menutup lahan usaha parkir bagi pengelola sebagai pemegang kontrak.
Surat dihentikannya kontrak tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Bupati Luwu Timur bernomor 88/F-05/III/Tahun 2025 yang isinya membebaskan seluruh bentuk retribusi di daerah itu.
Menurut Ismail, dihentikannya kontrak tersebut menjadi preseden buruk bagi pemerintah daerah terkhusus RSUD I Lagaligo dalam membangun kerja sama dengan investor.
“Pengelolaan parkir di areal rumah sakit sebenarnya tidak dapat dikategorikan sebagai retribusi. Karena parkir di rumah sakit itu adalah pengelolaan khusus. Kalau yang di badan jalan, itu retribusi. Makanya harus dibedakan mana parkir on street dan mana off street. Ini yang kami kelola melalui kontrak kerja sama di mana rumah sakit berhak mengelola pendapatan daerah bersama pihak ketiga,” jelasnya.
Karena itu, lanjut dia, meski SK bupati itu diterbitkan paling tidak pengelola mendapat pengecualian atas kontrak yang masih sedang berjalan.
Akibat dihentikannya kontrak ini, pengelola merasa dirugikan secara materil dan imateril yang cukup besar. Belum lagi, beberapa karyawan harus kehilangan mata pencaharian.
Terkait kontrak pengelolaan parkir ini, lanjut Ismail, sebenarnya dilakukan dengan dasar hukum yang lebih kuat, karena dilakukan berdasarkan peraturan daerah (perda) yang ada.
Sehingga, jika kontrak ini dihentikan atas dasar SK Bupati Luwu Timur, maka SK tersebut berlawanan dengan perda.
Untuk itu, Ismail juga berharap dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) setempat turun tangan untuk menengahi masalah ini. Apalagi, perda merupakan salah satu produk DPRD.
Artinya, jika perda ini dilawan, maka citra DPRD terciderai dengan dihentikannya kontrak yang didasarkan SK bupati itu.
Menurutnya, DPRD harus konsisten melakukan pengawasan atas kinerja pemerintah daerah, termasuk Bupati Luwu Timur Irwan Bakri Syam yang belum lama ini dilantik.
Pihak pengelola, tambah Ismail, juga akan mengajukan surat pengaduan ke DPRD Luwu Timur untuk menindaklanjuti dihentikannya kontrak yang dinilainya sepihak tersebut.
“Kami sudah berupaya menemui Pak Bupati tapi jawabannya bahwa semua sudah dibicarakan dengan baik bersama rumah sakit dan tidak ada pengecualian. Sehingga, kontrak kami atas pengelolaan parkir ini akhirnya dihentikan oleh rumah sakit dan tetap dikategorikan sebagai bentuk retribusi,” katanya.
Ismail mengaku sudah berbicara dengan pihak rumah sakit dan masih memberi ruang musyawarah mufakat dan berharap seluruh kerugian yang dialaminya diganti oleh rumah sakit.
“Kami akan mengajukan penggantian kerugian kepada rumah sakit. Dengan harapan kami dan pihak rumah sakit bisa menemui jalan terbaik dan kerugian kami digantikan. Semua bisa dibicarakan dengan baik. Hanya saja, jika musyawarah ini nanti tidak menemui kesepakatan maka kami akan melakukan gugatan melalui pengadilan negeri di sana,” tandasnya.
Selain upaya musyawarah dengan rumah sakit, tambah dia, pihaknya juga akan mengajukan pengaduan ke DPRD dan berharap agar DPRD memanggil pihak rumah sakit untuk membahas penghentian kontrak pengelolaan parkir tersebut.(Tim)