LUTRA. SINYALTAJAM. COM – Di tengah implementasi program efisiensi anggaran dari pemerintah pusat, hampir sebagian besar daerah mencoba melakukan inovasi guna mencari sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) di luar sektor konvensional yang selama ini dilakukan.
Hal tersebut dirasa perlu dilakukan dalam rangka memperkuat basis fiskal daerah agar tetap bisa menghidupi pembangunan di daerah masing-masing. Salah satu daerah yang mencoba terobosan baru melalui beberapa inovasi adalah Pemda Kabupaten Luwu Utara (Lutra).
Pemda Lutra melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) bersama Thriving Landscape Lead Rainforest Alliance tengah menggagas berbagai sumber PAD di luar sektor konvensional yang ada selama ini melalui skema inovatif dan berkelanjutan
Pembahasan terkait hal ini dilakukan Rabu (12/3/2025), di ruang kerja Kepala Bapperida Luwu Utara. Pertemuan dipimpin Kepala Bapperida, Drs. H. Aspar, dan dihadiri para pejabat lingkup Bapperida, dan Thriving Landscape Lead Rainforest Alliance (RA), Hasrun Hafid.
“Yang kita bahas hari ini adalah bagaimana upaya kita untuk meningkatkan pendapatan asli daerah kita, sekaligus menjawab tantangan Bapak Bupati dalam rapat perdana pasca-pelantikan beberapa waktu lalu,” ucap Kepala Bapperida, Aspar.
Aspar mengatakan, pihaknya terus berinisiatif untuk memperkuat basis fiskal daerah yang berbasis pembangunan hijau di Luwu Utara melalui beberapa strategi yang dapat dikembangkan dan diimplementasikan dengan cara membangun sinergi dan kolaborasi multipihak.
Beberapa di antaranya ialah perdagangan karbon (carbon trading), klaim keanekaragaman hayati (biodiversity claim), optimalisasi skema CSR, serta penerapan sertifikasi berkelanjutan bagi komoditas unggulan daerah, seperti kakao, kopi dan kelapa sawit.
“Dalam perdagangan karbon, Kabupaten Luwu Utara berpotensi memanfaatkan kawasan hutan dan lahan konservasi untuk mendapatkan insentif ekonomi melalui mekanisme pasar karbon nasional maupun internasional,” jelas Aspar.
Sementara skema biodiversity claim atau klaim keanekaragaman hayati, juga memungkinkan daerah untuk memperoleh kompensasi finansial atas upaya pelestarian keanekaragaman hayati yang bernilai tinggi secara ekologis dan ekonomis.
“Pendekatan ini tentu tidak hanya berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim, tetapi juga akan membuka peluang investasi hijau yang lebih luas,” jelasnya lagi.
Bagaimana dengan skema optimalisasi CSR perusahaan? Aspar menerangkan bahwa skema optimalisasi CSR nantinya akan diarahkan untuk mendukung infrastruktur hijau, kesejahteraan masyarakat, dan ekonomi komunitas.
“Untuk penerapan sertifikasi berkelanjutan pada komoditas kakao, kopi, dan kelapa sawit, kita dapat meningkatkan daya saing produk di pasar global, dan memastikan praktik produksi yang ramah lingkungan, sehingga menjadikan sektor pertanian dan perkebunan sebagai sumber PAD yang stabil dan berkelanjutan,” terangnya lagi.
Lanjut Aspar mengatakan bahwa melalui berbagai inovasi tersebut, Pemda Luwu Utara optimistis dapat meningkatkan kemandirian fiskal, sekaligus menjawab tantangan pembangunan daerah yang lebih adaptif dan responsif.
“Ke depan, kebijakan ini dapat dikembangkan melalui kolaborasi multipihak antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat/CSO, hingga pers, guna memastikan manfaat ekonomi, sosial dan ekologis yang berkelanjutan bagi generasi mendatang,” kuncinya. (Zkr)