LUTIM . SINYALTAJAM . COM – Sebuah ironi pahit terjadi di Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan, di mana lahan yang selama puluhan tahun menjadi tumpuan hidup sekitar 100 kepala keluarga (KK) kini terancam jadi lahan tambang Nikel.
Pemerintah Daerah (Pemda) Luwu Timur telah menyewakan lahan dengan harga murah kepada PT Indonesia Huali Industry Park (IHIP), sebuah perusahaan industri yang akan beroperasi di wilayah Desa Harapan kecamatan Malili Luwu Timur.
Kebijakan ini mengungkap sejarah kelam yang melibatkan masyarakat, dan pemerintah daerah dalam pusaran konflik kepentingan.
Sejarah Panjang Penggarapan Lahan.
Dari hasil penelusuran, lahan yang terletak di Desa Harapan, Kecamatan Malili, telah digarap oleh warga Masamba sejak tahun 1998, jauh sebelum Luwu Timur dimekarkan menjadi daerah otonom. Yulisman, seorang warga setempat, mengungkapkan bahwa mereka masuk ke lahan tersebut secara legal dengan izin dari PT Nusdeco Jaya Abadi, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh mantan Ketua DPRD Luwu, Ishak Machmud, Pada waktu itu.
“Kami masuk bukan ilegal. Dulu kami diberi 2 hektar per orang untuk menanam kakao,” ujar Yulisman.
Lahan tersebut awalnya merupakan milik sebuah yayasan olahraga, dengan luas 5000 Hektar namun kemudian dikuasai oleh PT Nusdeco Jaya Abadi dengan Hak Guna Usaha (HGU) yang digunakan sebagai lahan perkebunan percontohan kakao, yang dikelola langsung dinas perkebunan Luwu.
Setelah sempat ditinggalkan karena gagal panen dan kekurangan modal, warga kembali menggarap lahan tersebut pada tahun 2007. Namun, mereka dilarang dengan alasan lahan tersebut akan ditukar guling untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Karebbe.
“Dulu, kepala desa, ketua DPRD, bupati, semua sama. Kami tidak bisa berbuat apa-apa, semua dia,” kenang Yulisman.
Yulisman menjelaskan bahwa PT Nusdeco Jaya Abadi memiliki HGU seluas 1000 hektar, termasuk lahan pemukiman transmigrasi.
Pada tahun 2017, ketika Muh. Thoriq Husler sudah Bupati Luwu Timur, warga kembali masuk dan menggarap lahan tersebut. Mereka menanaminya dengan berbagai jenis tanaman, seperti jengkol, durian, rambutan, dan lain-lain.
Kompensasi PT Vale dan Pemda Luwu Timur Sewakan ke PT IHIP.
Namun, harapan untuk memiliki lahan tersebut kembali pupus. Mereka terkejut saat mengetahui bahwa lahan garapan mereka telah diserahkan PT Vale sebagai lahan kompensasi untuk masyarakat lampia dan karebbe yang kini telah diserpikatkan di era Bupati Budiman kemudian Bupati Irwan Bachri Syam (Ibas) menyewakan lahan tersebut kepada PT IHIP dengan harga murah dan tidak masuk akal.
“Saya tidak tahu kalau lahan kami sudah jadi kompensasi Vale,” ungkap Yulisman saat ditanya dengan nada getir.
Menurut keterangan petani dilokasi ada sekitar 100 KK yang menggarap lahan kebun. Artinya petani yang masuk lokasi tersebut terancam kehilangan sumber penghidupan akibat kebijakan Pemda Luwu Timur yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat kecil.
Kebijakan ini memicu kemarahan dan kekecewaan warga, yang merasa diperlakukan tidak adil dan tidak dihargai hak-haknya.
Konflik Kepentingan dan Keadilan Agraria
Kasus sengketa lahan di desa Harapan, ini mencerminkan kompleksitas masalah agraria di Indonesia, di mana konflik kepentingan antara masyarakat, dan pemerintah daerah terjadi diduga soal kepentingan. Masyarakat kecil seringkali menjadi korban dari kebijakan yang lebih menguntungkan Perusahaan dan pemerintah daerah.
Muncul pertanyaan publik? Pemerintah daerah seharusnya bertindak sebagai mediator yang adil dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Namun, dalam kasus ini, Pemda Luwu Timur dinilai lebih berpihak pada kepentingan Perusahaan dengan menyewakan lahan yang menjadi sumber penghidupan masyarakat kepada PT IHIP.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya keadilan. Pemerintah pusat dan daerah harus memastikan bahwa hak-hak masyarakat atas tanah dihormati dan dilindungi. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi masyarakat yang terancam kehilangan lahan akibat kebijakan pembangunan atau investasi.
Sengketa lahan di Luwu Timur ini adalah sebuah potret buram dimana masyarakat petani merasakan ketidakadilan.
Kasus ini harus menjadi momentum bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk lebih serius menangani masalah agraria dan memastikan bahwa keadilan dan kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama. Lap Tim